Opini:
TENANG BUNG ROY DKK. SAYA MASIH ADA DISINI!
Oleh: Saiful Huda Ems
Memperhatikan riwayat perjalanan pendidikan dan hidupnya Pak Jokowi yang sangat kontroversial, tidak konsisten antara ceritanya sendiri dan fenomena perdebatan soal Ijazah Palsunya.
Saya pada akhirnya hanya dapat menjelaskan berdasarkan logika dan pengalaman, yang kemudian bisa menjadikan dasar keyakinan saya untuk menilai Ijazah UGM-nya Pak Jokowi itu asli apa palsu.
Atau jika menggunakan Bahasa Pak Jokowi yang kerap membingungkan, seperti Sudah Tapi Belum, saya bisa juga menggunakan kata Asli Tapi Palsu (Aspal).
Jika Pak Jokowi benar lulusan UGM tahun 1985 namun menurut ceritanya sendiri beliau setelah itu langsung pergi merantau ke Aceh selama 3 atau 4 tahun –kalau menurut teman-teman kerjanya dahulu, Pak Jokowi di Gayo Aceh hanya 2 tahun (1986-1988).
Sebelum beliau menikah, kenapa Gibran Rakabuming Raka dikatakan lahirnya tahun 1987? Kalau baru 2,5 tahun tinggal di Aceh, baru kemudian beliau menikah, harusnya Gibran lahirnya tahun 1989 di Aceh, bukan tahun 1987 di Solo.
Ini artinya bisa jadi Pak Jokowi ke Aceh itu sebelum tahun 1985, alias belum tamat kuliah di UGM dan sudah menikah duluan dengan Ibu Iriana.
Kemudian setelah 2,5 tahun tinggal di Aceh, di tahun 1987, saat mudik atau pulang kampung halamannya (ke Solo) lahirlah Gibran putra pertamanya di Solo.
Kalau tidak demikian berarti ada kontradiksi antara tahun wisuda sarjananya Pak Jokowi di UGM (Tahun 1985) dan tahun pernikahannya Pak Jokowi dengan Ibu Iriana (Tahun 1986), serta kelahiran putra pertamanya beliau, Gibran Rakabuming Raka (Tahun 1987 di Solo).
Mana yang lebih benar? Hanya Pak Jokowi sendiri yang tahu soal ini.
Berdasarkan logika dari hal yang saya katakan itu, saya akhirnya memiliki kesimpulan tersendiri, bahwa Pak Jokowi memang pernah kuliah di UGM tapi beliau tidak sampai tamat, lalu dibuatlah Ijazah palsu.
Tidak perlu meyakinkan saya, bahwa ada teman-teman Wisuda Sarjana UGM seangkatannya Pak Jokowi yang memberikan kesaksian, entah itu melalui perkataan atau melalui foto Pak Jokowi saat masih kuliahnya di UGM dan lain-lain, bahwa Pak Jokowi itu benar alumnus UGM tahun 1985.
Sebagai contoh saja, waktu saya kuliah di Studiencollege Potsdam Universitaet dan lanjut di Humboldt serta FU Berlin Jerman, juga khususnya waktu kuliah di Bandung, saya punya banyak foto teman-teman kuliah dulu yang sekelas dan seangkatan dengan saya.
Ketika kami masih sama-sama kuliah, namun tidak semua teman-teman saya itu menyelesaikan kuliahnya sampai diwisuda kesarjanaan.
Ada teman yang baru kuliah 1 atau 2 semester sudah keluar, ada yang baru kuliah 3 atau 4 semester sudah keluar kuliah alias tidak berlanjut sampai tamat.
Apalagi pas ada Krisis Moneter antara tahun 1997-1998, banyak teman-teman yang tidak lanjut kuliah karena orang tuanya kena PHK atau bangkrut. Ada juga yang keluar kuliah karena memilih kerja, keburu ingin nikah, ada yang pindah kampus dan lain-lain.
Saya sangat ingat sekali dengan peristiwa-peristiwa masa lalu seperti itu, sebagaimana saya masih mengingat dengan jelas, mana teman-teman kuliah yang dulu cantik-cantik, yang bandel-bandel atau yang baik-baik, yang lucu-lucu, humoris atau emosian dan lain sebagainya.
Foto teman-teman saya waktu kuliah dengan saya juga masih ada, tetapi seperti yang saya katakan tadi, saya sangat tahu dan masih hafal ada dari sebagian dari mereka yang tidak sampai tamat.
Meskipun mereka juga pintar-pintar dan baik-baik, juga kadang dia anak orang berada, namun tidak melanjutkan kuliah karena melanjutkan usaha orang tuanya yang sudah tua, meninggal dunia dan lain-lain.
Sedangkan soal ijazah palsu, di tahun 80-an dan 90-an, –saya ketika itu masih sekolah SMA, banyak juga mendengar dari orang-orang, bahwa banyak sekali ijazah yang dijual oleh oknum di kota-kota tertentu, namun sangat rahasia, biasanya orang tahunya hanya dari mulut ke mulut.
Apalagi soal skripsi, banyak penjual jasa pembuat skripsi, tapi lebih banyak penjualan skripsi bekas, bahkan di pasar-pasar toko buku tradisional di tahun 80-an dan 90-an itu.
Sebagai selingan cerita saja, pernah suatu waktu saya mau jalan-jalan ke Yogyakarta di akhir tahun 80-an. Saya dimintai tolong teman yang usianya di atas saya dan jadi Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi, untuk dibelikan skripsi bekas di Pasar Bringharjo Jogjakarta.
Pada awalnya saya merasa malas, tidak mau dimintai tolong, tetapi dia memelas minta tolong ke saya, hingga akhirnya saya turuti saja kemauannya.
Urusan dia mau berbuat plagiat, njiplak skripsi orang, atau ditambal sulam menggunakan jurus Ilmu Perkeliruan –ala Jokowi sekarang–, ya silahkan ditanggung sendiri resiko akademiknya, kata hati saya. Haha…
Lalu soal foto-foto saat Wisuda Sarjana, saya kadang juga perhatikan ada orang yang tidak lulus kuliah, namun waktu ada Wisuda Sarjana dia datang dan ikut foto-foto dengan meminjam Baju Toga milik temannya yang diwisuda, hingga nampak ia seperti sudah diwisuda sarjana alias sudah tamat kuliah dari kampus tersebut.
Hal seperti itu biasa terjadi kan? Bahkan pacarnya, saudaranya, iparnya atau orang tuanya seorang wisudawan pun, sering kita lihat pinjam Baju Toga wisudawan untuk bisa dibuat foto-foto.
Di Indonesia itu apa saja bisa, wong Pak Jokowi saja bisa kok melaporkan Ijazah dan melaporkan Mas Roy Suryo dan kawan-kawan yang dituduh telah mencemarkan nama baiknya, di Polda Metro Jaya di Loket Kehilangan.
Memangnya Pak Jokowi kehilangan apa Pak, kok sampai lapornya di Loket Kehilangan? Kehilangan muka?
Haha… Canda Pak, jangan terlalu ditanggapi serius, nanti konsentrasi Pak Jokowi untuk mempertahankan Mas Wapres hilang, hingga Mas Wapres Gibran benar-benar dimakzulkan.
Sekali lagi, apa yang saya tulis di opini saya ini berdasarkan logika dan keyakinan saya pribadi, di luar itu saya tidak mau bicara, karena saya bukan ahli forensik digital.
Saya juga bukan pihak yang berwenang untuk memberikan keputusan Ijazah Pak Jokowi dari UGM itu asli atau palsu, atau asli tapi palsu.
Jika Pak Jokowi tidak terima dan mau melaporkan saya ke pihak yang berwenang, ya silahkan saja, adili logika dan keyakinan saya.
Dan sebagaimana Sokrates yang dihukum paksa dengan meminum Racun Cemara oleh penguasa di zamannya, karena mempertahankan keyakinannya sendiri, saya pun siap melakukannya.
Hidup di dunia hanyalah persinggahan sesaat, setelah itu kita semua akan diseru-Nya untuk kembali pulang, bertemu dengan-Nya!
Maju terus Mas Roy Suryo dan kawan-kawan seperjuangan! Kalau sudah yakin akan kebenaran, jangan pernah mundur ataupun gentar apapun halangannya!
Saya masih ada di sini, menemani perjuangan kalian semua, untuk terwujudnya Indonesia yang lebih demokratis dan beradab!
Rawe-rawe rantas, malang-malang tuntas! Laa haula wa laa quwwata illa billah. “Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah SWT”. Merdeka! Merdeka! Merdeka! (SHE)
Posted: sarinahnews.com
Jakarta, 7 Mei 2025 Ketika rembulan ditelan gelap gulitanya malam
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Analis Politik dan Sniper Politik Nasional