Opini:
REKONSILIASI NASIONAL: MUNGKINKAH?
Oleh: Saiful Huda Ems.
Pertemuan silaturrahmi antara Presiden Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri di kediaman Jl. Teuku Umar, Menteng Jakarta Pusat, pada Senin (7/April/2025) yang lalu, telah membawa angin segar kedamaian di Tanah air.
Sebelumnya, selama beberapa minggu Indonesia diwarnai aksi demonstrasi yang sangat panas, membara, mulai dari kabupaten/kota, Provinsi hingga Ibu Kota Jakarta.
Saya katakan Ibu Kota Jakarta karena realitasnya Jakarta masih dijadikan pusat pemerintahan, meskipun Undang-undangnya (UU) menyatakan Jakarta sudah berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), bukan lagi sebagai Ibu Kota.
Namun, IKN pada kenyataannya sampai sekarang masih mangkrak, dan menurut kabar terakhir IKN mulai jadi markas tikus, karena selama beberapa bulan ini IKN diserbu oleh jutaan tikus.
Kalau tidak percaya, silahkan hitung sendiri atau menggunakan jasa lembaga survey langganan Pak Jokowi, berapa jumlah tikus-tikus yang menyerbu IKN itu. Jadi ini bukan hoax!
Kembali kepada persoalan pertemuan antara Presiden Prabowo dan Megawati mantan Presiden ke 5 di Teuku Umar, bahwa saya melihat masyarakat begitu antusias sekali mendengar kabar itu.
Saya sendiri sempat menitikkan air mata, terharu, seolah melihat adanya cahaya baru di gelapnya situasi ekonomi dan politik Indonesia.
Saya pikir jika ini terus berlanjut maka akan menjadi momentum terciptanya Rekonsiliasi Nasional baru yang sejati, antara Pemerintah dan PDI Perjuangan.
Pertemuan khusus antara para pendukung fanatik Presiden Prabowo dengan Ibu Megawati Soekarnoputri yang selama ini diberitakan seperti tarung terus-menerus di medsos.
Persoalannya kemudian, sejauh mana benefit atau keuntungan dan pengaruhnya pertemuan itu buat rakyat, yang saat ini mulai terjerat oleh persoalan ekonominya?
Juga terjajah serta terhina lahir batinnya oleh ulah prilaku para koruptor kelas kakap, yang menggarong uang rakyat atau kekayaan negara.
Inilah masalahnya yang harus dikaji terlebih dahulu secara mendalam.
Rekonsiliasi nasional juga tidak akan terasa manfaatnya, manakala istana masih menjadikan para koruptor menjadi sandera politik.
Dan, sebagai menteri yang menduduki pos-pos strategis di Kabinet, sedangkan di sisi lain orang-orang yang sangat kritis pada mereka dan pada Tuan Jokowi yang sebelumnya menjadi presiden.
Fakta yang terjadi pada diri Hasto Kristiyanto, apakah Sekjen PDIP ditahan oleh KPK untuk tuduhan yang sangat absurd?
Maka karenanya menurut hemat pikiran saya, Rekonsilisasi Nasional ini tidak akan terwujud dengan baik. Jika:
Pertama, sebelum, Mas Hasto Kristiyanto dibebaskan dari tahanan KPK.
Selanjutnya direhabilitasi nama baiknya, dan kemudian di masukkan di Kabinet Pemerintahan Presiden Prabowo sebagai wujud terimakasih Pemerintahan Presiden Prabowo pada Mas Hasto.
Mas Hasto yang dengan berani dan tekun mengkritisi kebijakan menyimpang Pemerintahan Jokowi selama ini, serta sebagai bentuk permohonan maaf Pemerintahan Prabowo secara tulus, yang telah menahan Mas Hasto yang tidak bersalah.
Pak Presiden Prabowo tidak perlu khawatir dituduh mengintervensi lembaga penegak hukum, apalagi KPK yang sifatnya hanya Adhock.
Ada doktrin dalam Ilmu Hukum Tata Negara yang menyatakan, “Dalam kegentingan yang memaksa, Presiden dapat melakukan tindakan di luar konstitusi”.
Istilahnya Dictator Constitutional. Ini berbeda jauh dengan apa yang pernah dilakukan oleh Rezim Jokowi, yang bolak-balik melanggar konstitusi bukan karena kegentingan negara yang memaksa, melainkan kegentingan anak, menantu dan adik iparnya untuk sesegera mungkin menjadi pejabat negara.
Hal itu tentunya sangat beda jauh, sangat tidak tepat pelaksanaannya dengan Doktrin dalam Ilmu Ketatanegaraan tersebut.
Saya masih sangat ingat betul, Mas Hasto pernah berkata pada saya berkali-kali, “Mas Saiful, sampai saat ini Pak Prabowo masih positif dalam pandangan kami, yang saya lawan itu bukan Pak Prabowo melainkan Pak Jokowi yang menzhalimi kami!”.
Jadi, jika melihat fakta ini, berarti sesungguhnya secara pribadi antara Mas Hasto dengan Presiden Prabowo itu sama sekali tidak memiliki persoalan apa-apa.
Lalu kenapa tidak Pemerintahan Prabowo melalui KPK-nya tidak sesegera mungkin membebaskan saja Mas Hasto dari tahanan KPK yang tuduhannya mengada-ada dan sangat lemah ketika menunjukkan bukti-buktinya?
Kedua, Rekonsiliasi Nasional juga tidak akan pernah terwujud secara nyata (bukan pura-pura), jika selama beberapa menteri yang terindikasi korupsi dan sebagian pernah berurusan dengan hukum di Kejaksaan Agung dan KPK, terus dibiarkan tetap menjabat sebagai menteri.
Hal ini, selain akan membuat berbagai kebijakan Pemerintahan Prabowo tidak didukung oleh rakyat, juga berakibat kebijakan-kebijakan itu menjadi tidak efektif dan membuang-buang anggaran negara saja.
Ketiga, Pak Prabowo Subianto itu sudah mulai banyak ditinggalkan oleh para pendukungnya di masa Indonesia mulai memasuki masa krisis ekonomi seperti sekarang ini.
Yang tersisa hanya tinggal masyarakat (maaf) yang awam politik dan para Buzzer Borongan Jokowi, yang getol mengkampanyekan Gibran dan memberitakan tingkah pola Jokowi yang jadi presiden-presidenan di jalanan mulai dari Kota Solo dan sekitarnya.
Apabila Pak Presiden Prabowo tidak jeli mengikuti perkembangan situasi politik ini lantaran sibuknya tugas-tugas kenegaraan Presiden.
Maka Pemerintahan Presiden Prabowo, saya khawatirkan akan mengalami keguncangan hebat oleh serbuan massa demonstran yang dipicu oleh krisis ekonomi dan ketidak percayaan rakyat pada Pemerintahan Presiden Prabowo di hari-hari dekat mendatang.
Keempat, silaturrahmi pertemuan antara Pak Prabowo dan Bu Megawati Soekarnoputri sebaiknya terus menerus dilanjutkan, dan sebisa mungkin menghasilkan keputusan-keputusan konkrit yang bermanfaat untuk pembenahan managerial negara.
Dan, seperti sesegera mungkin mereshuffle para menterinya yang tidak kompeten serta menggantinya dengan orang-orang profesional di bidangnya.
Ada tokoh fisikawan Indonesia yang brilian, selama ini luput dari teropongan istana, namanya Dr. Haidar Alwi alumnus ITB dan Universitas di Kota Scenectady negara bagian New York Amerika Serikat.
Untuk sekolah lanjutan Pembangkitan di General Electric, yang selama beberapa tahun ini dikenal luas sebagai tokoh utama penggerak Relawan Jokowi.
Presiden Prabowo bisa pertimbangkan beliau sebagai Menteri ESDM menggantikan Bahlil, atau minimal di posisi Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan menggantikan Hasan Nasbi yang sangat buruk komunikasi publiknya.
Bang Haidar Alwi ini sangat genius dalam memetakkan sumber daya alam di Indonesia, khususnya untuk konteks bisnis pertambangan.
Bang Haidar beberapakali menawarkan solusi pembayaran hutang luar negeri Indonesia, yang menumpuk dari hasil hutang Rezim Jokowi. Dan, jaringan politiknya di kalangan Alim Ulama Nusantara juga luar biasa banyaknya.
Ada pula Presiden Partai Buruh dan Presiden KSPI, Bang Said Iqbal yang sangat lihai menginventarisasi persoalan perburuhan di seluruh Indonesia dan cermat membuat solusi-solusinya.
Seperti kemarin yang direkomendasikan oleh Bang Said Iqbal kepada Presiden Probowo mengenai Pembentukan Satgas PHK yang kemudian direspon dengan baik oleh Presiden Prabowo sendiri.
Bang Said Iqbal lulusan Tekhnik Mesin dan dilanjutkan dengan perolehan master di Bidang Ekonomi Universitas Indonesia ini, termasuk salah seorang tokoh aktivis internasional.
Beliau bahkan pernah meraih penghargaan tokoh buruh terbaik dunia, dari The Fabe Elisabeth Falazquez Award oleh Serikat Pekerja Belanda, FNV.
Lalu ada lagi Cendekiawan Perempuan tangguh yang suara kritisnya kerap menembus dinding-dinding istana dan meramaikan jagat medsos, serta kampus-kampus dalam dan luar negeri, Teh Prof. Connie Rahakundini Bakrie.
Teh Prof. Connie sangat populer sebagai Analis Militer dan Pertahanan, serta dekat dengan Presiden Vladimir Putin dan dipercaya oleh Rusia dengan salah satunya menjadi Guru Besar Universitas St. Petersburg Rusia.
Universitas St. Petersburg di Rusia ini merupakan pusat sains dan pendidikan terkemuka di dunia.
Jadi sayang sekali jika ada tokoh akademisi terkemuka seperti Teh Prof. Connie Rahakundini Bakrie ini, yang diapresiasi dengan baik oleh negara Adi Daya (Rusia) tidak dimanfaatkan dengan baik oleh Pemerintahan Prabowo Subianto.
Dari empat nama yang saya sebutkan di atas, saya sepertinya sedikit banyak telah mengetahui integritas keilmuannya, serta kejujurannya, karena saya juga lumayan cukup intensif berkomunikasi dengan mereka semua.
Terkecuali komunikasi yang terhenti dengan Mas Hasto Kristiyanto, karena sampai saat ini masih ditahan oleh KPK, sebagai korban kriminalisasi politik Mafioso Solo yang nampaknya menggunakan operator politiknya di KPK.
Kelima, saya berharap dengan mengangkat empat orang tersebut, ditambah lagi dengan tokoh-tokoh kritis atau profesional berintegritas Indonesia lainnya yang Presiden Prabowo percaya, maka saya haqul yakin Indonesia akan siap menghadapi tantangan krisis ekonomi, sosial dan politik ke depan.
Karena hal itu akan menjadi bagian dari strategi terciptanya Demokrasi Partisipatoris, yang akan membuat rakyat kompak bersatu untuk mendukung berbagai kebijakan Pemerintah, serta menjadi kuat, tahan banting menghadapi berbagai ancaman badai persoalan bangsa dan negara apa pun bentuknya, setujukah Pak Presiden? ***)
Posted: sarinahnews.com
Jakarta, 9 April 2025.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer, Analis Politik dan Aktivis ’98.