Opini:
Radikalisme, Djoko Sukmono: Lembaran Gelap Tidak Memiliki Tujuan, Buku Abu-abu Dianut oleh Rezim Reformasi
Radikalisasi berhadapan dengan Radikalisasi,
Konfrontasi dibalas dengan konfrontasi
Yang kalah Binasa,
Yang Menang Hidup
Yang Binasa diklaim sebagai sampah sejarah yang tidak berguna
Yang Hidup melanjutkan kehidupan sosialnya
(Djoko Sukmono)
MONOLOG
Pada manusia konkret kekuasaan itu berada pada posisi esensinya
Ia adalah eksistensi sosial konkret
Ia adalah eksistensi politik itu
Ia adalah konstruksi baja sejarah itu
Pada manusia konkrit eksistensi sosial politik otentik menjadi kesungguhan.
Pada manusia konkrit tindakan-tindakan Ideologis dilaksanakan.
Pada manusia konkrit tindakan-tindakan Politik Konkret dimanifestasikan.
PROLOG
Rasio Historis menyatakan bahwa Republik Indonesia telah sampai kepada Rezim Militer
Rasio Historis melihat bahwa Era Rezim Tehknik telah berakhir
Rasio Historis memandang bahwasanya Rezim Militer mendapatkan Tugas Sejarah untuk mempersiapkan terbentuknya Rezim Politik
Rasio Historis mengetahui bahwasanya era Demokrasi terpimpin harus dilaksanakan oleh Rezim Militer
Perjalanan Rezim di Republik Indonesia
Buku Putih dan Buku Merah sudah dilalui dan tidak bisa terulang kembali
Tidak ada pengulangan di dalam Sejarah
Demikian Savda sejarah itu
Buku Hijau pada abad 21 ini Pada th 2025 ini wajib dijalankan oleh Rezim Militer
Buku Hijau sebagai Sabda Sejarah adalah hal yang tidak dapat terhindarkan
Buku Abu-abu yang dianut oleh Rezim Reformasi adalah Buku Gelap yang tidak bertujuan
Sehingga dengan ekstrim bisa disebut sebagai A-Historis terhadap Pancasipa dan UUD 1945
Situasi Batas Sosial Politik Kronik
Situasi batas adalah sebuah situasi yang diakibatkan oleh penggumpalan kerak-kerak dan patahan-patahan sejarah.
Di situasi batas sosial politik itu berkumpul segala endapan endapan struktur tragis yang telah menjadi sampah sejarah. Mereka adalah dendam Ideologis, dendam politik maupun dendam sosial.
Pada situasi batas sosial politik seperti itu, keberadaan konstruksi budaya sudah lapuk dan tidak berfungsi.
Itukah yang bernama situasi batas sosial politik kronik?
Yang berbahaya adalah jika Radikalisme ini menjadi berbagai bentuk independen yang belum memiliki nama.
Mereka adalah individu Konkret yang sadar bahwa Republik ini adalah miliknya
Situasi batas sosial politik yang sedemikian itu adalah situasi sosial kronik yang tak terkendali
Radikalisasi berhadapan dengan Radikalisasi
Konfrontasi dibalas dengan Konfrontasi
Yang Kalah Binasa
Yang Menang Hidup
Yang Binasa diklaim sebagai sampah sejarah yang tidak berguna
Yang Hidup melanjutkan kehidupan sosialnya.
Namum ada ruang lain di dalam konfrontasi itu yaitu yang bernama intelejen, baginya tidak penting siapa yang Binasa dan siapa yang Hidup.
Dia tetap menjadi penyokong bagi yang hidup agar kepentingan yang lebih besar dapat dijadikan alternatif.
Ini pun juga belum mampu meredakan situasi batas sosial politik dikarenakan Publik sebagai yang empunya Republik Indonesia ini sudah muak dengan figur-figur lama yang diklaim sebagai tidak becus dan usang.
Di dalam situasi Kronik, figur Perekat maupun figur Penyejuk yang mampu mengantisipasi situasi tragis itu amatlah sulit mendapatkan ruang maupun tempat.
EPHYLOG
Kami suku bangsa manusia konkret menyatakan bahwa nilai Fundamental Kemanusiaan adalah Kemerdekaan.
Kemerdekaan telah hadir di dalam sejarah sebagai Rakyat
Kami suku bangsa manusia konkret bahwa republik Indonesia ini terbentuk dengan Mufakat.
Kami Suku Bangsa Manusia
Menyatakan bahwa Pancasila dan UUD 1945 adalah mutlak bagi tiap-tiap individu manusia Indonesia.
Kami Suku Bangsa Manusia Konkret
Menyatakan bahwa konsekwuensi bagi Republik Indonesia adalah nenjadi Negara Besar atau tidak sama sekali!
Catatan: Konservatisme adalah sebuah pandangan yang menyatakan bahwa kehidupan sosial politik tidak dibiarkan bebas dengan mengakomodasi setiap kepentingan namun kehidupan sosial politik adalah perintah kekuasaan yang berlandaskan kepada Tatanan Sosial Konkret yang terprediksi.
Saat ini, Politik internasional didominasi oleh Para konservatif, mereka adalah Donald Trump, Xi Jinping, Benyamin Netanyahu, Vladimir Putin dan di Indonesia adalah Prabowo Subianto. ***)
Posted: sarinahnews.com
Surabaya, 1 April 2025
Penulis, Djoko Sukmono
Badan Pendidikan dan Pelatihan Gerakan Pemuda Nasionalis Marhaenis (NASMAR)