BKM Vs KMP, BKM Harus Mereformasi Dirinya Sendiri

BKM Vs KMP, BKM Harus Mereformasi Dirinya Sendiri

Opini:
BKM Vs KMP, BKM Harus Mereformasi Dirinya Sendiri
Oleh Redaktur Sarinah

Sore itu, hari-hari berat yang saya alami, bangun terlalu pagi dan pekerjaan rumah menumpuk, dan banyak berita yang belum saya edit, mungkin ini seberat para koordinator BKM memikirkan kelangsungan hidup organisasinya di wilayahnya yang sebentar lagi akan berdiri Koperasi Merah Putih (KMP) di setiap desa dan kelurahan.

Target pemerintah pusat mendirikan Koperasi Merah Putih (KMP) sebanyak 80.000 di seluruh wilayah Indonesia baik desa dan kelurahan, tentu saja target itu telah diiringi dengan Inpres no. 9 tahun 2025 tentang Koperasi Merah Putih.

Kota Malang misalnya, Diskoperindag menetapkan tanggal 31 Mei 2025 harus tuntas pendirian Koperasi Merah Putih di 57 Kelurahan, tidak ada tawar-menawar! Harus dilaksanakan!

Lurah, Camat dan OPD terkait harus ikut ambil bagian dalam pendirian KMP sesuai dengan Intruksi Presiden Prabowo. Pemerintah Daerah dan masyarakat harus mendukungnya karena KMP diciptakan untuk menghidupkan lagi “Koperasi’ sebagai “Soko Guru” Perekomomian Nasional.

Terbukti covid-19 kemarin, banyak negara perekonomiannya kolaps tetapi tidak bagi Indonesia. Karena apa? Karena kuatnya ekonomi kerakyatan yang berjalan (UMKM dan Koperasi) yang menopang perekonomian rakyat.

Walaupun sedikit meriang, saya datang di acara pertemuan rutin FKA BKM (Forum Komunikasi BKM) Kecamatan Klojen. Saya sebagai anggota PK BKM Kelurahan Oro-oro Dowo mendampingi Pak Wari selaku Koordinator BKM Citra Mandiri. Ia juga sebagai bendahara FKA BKM Kecamatan Klojen.

Di gedung pertemuan Kelurahan Kasin, nampak wajah-wajah kecut para koordinator BKM dengan rencana pendirian Koperasi Merah Putih yang akan difasilitasi oleh seluruh lurah se-Kecamatan Klojen. Seolah menghadapi momok, atau mungkin yang terbayang, bagaimana nasib BKM ini?

Saya bisa membayangkan, posisi BKM nanti seperti apa. Apakah BKM bisa dibangun sisnergisitas dengan LPMK dan kelurahan terkait pendirian koperasi itu? So pasti tidak lah!

Dan ternyata memang tidak mungkin bisa dibangun sinergisitas pendirian koperasi itu antar lembaga, khususnya antara BKM dan Koperasi Merah Putih (KMP) yang akan didirikan di setiap kelurahan, kecuali antar personal. Why? Karena mekanisme dan sistem pendiriannya sangat berbeda antara BKM dan KMP, pun sistem kerjanya.

Jauh hari sudah saya prediksi bahwa hal itu sangat tidak mungkin, kenapa? Ya, karena sistemnya sangat jauh berbeda antara pemberdayaan masyarakat yang diterapkan oleh BKM dengan sistem dan prinsip-prinsip koperasi yang ada.

Kalau mau jujur, pemberdayaan BKM itu sebenarnya sebuah lembaga yang mengelolah dana bantuan langsung dalam bentuk hibah yang diberikan oleh pemerintah untuk masyarakat sebagai penerima manfaat.

Di sini jelas, yang berdaya itu BKM atau masyarakatnya? Perlu jawaban uji nyali dan kejujuran.

Faktanya, bukan masyarakatnya yang berdaya, tetapi BKM yang berdaya, itu pun di Kecamatan Klojen menurut Willstar Camat Klojen, ternyata hanya 50%-60% BKM yang cukup berdaya. Selebihnya, mati tak mau hidup pun segan!

Sedangkan sistem koperasi yang diterapkan adalah sistem pemberdayaan dari masyarakat untuk masyarakat dengan pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha) yang diberikan pada masyarakat sebagai anggota koperasi tersebut yang sesuai dengan prinsip-prinsip koperasi.

Jelas, koperasi yang berdaya adalah anggota masyarakat yang ikut serta sebagai anggota koperasi yang telah menjalankan prinsip-prinsip koperasi di antaranya adanya kewajiban bagi anggota melaksakan simpanan pokok dan simpanan wajib.

Pada akhir tahun, SHU itu bisa dinikmati oleh masyarakat sebagai anggota koperasi.

Apakah di BKM masyarakat sebagai penerima manfaat menerima SHU dari sistem perguliran yang dilaksanakan oleh UPK (Unit Pengelolah Keuangan) BKM tiap tahunnya? Tidak wajib! Bahkan tidak ada bagi hasil untuk masyarakat. Ini lah pembeda itu.

Lalu, apa tantangan berat bagi BKM?

Masih bersaing menghadapi PNM Mekar (Permodalan Nasional Madani Mekar) yang sudah menjamur di seluruh pelosok desa dan kelurahan kini harus menghadapi KMP (Koperasi Merah Putih).

BKM dan PNM Mekar mempunyai karakter dan sistem yang sama, ada tanggung renteng, kelompok dan sistem tagih aktif (anggota dan petugas) tetapi tidak ditrapkan bagi hasil (SHU) karena tidak ada simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai ciri khas prinsip-prinsip koperasi.

Apakah PNM Mekar mengalami kerugian? Not at all! Selalu untung gede! Bagaimana dengan BKM yang semestinya memonopoli permodalan di wilayahnya? Kenapa banyak yang colaps? Kok sama seperti BUMN, memonopoli usha tetapi selalu merugi. Mentalnya! BKM harus berperilaku seperti PNM Mekar.

Apa yang harus dilakukan oleh FKA BKM?

Langkah BKM masih jauh, masih ada banyak solusi! FKA BKM sebenarnya adalah wadah penyelesaian permasalahan dan atau menjadi Agen Resolving Problem di masing-masing wilayah BKM, bukankah ini pernah dilontarkan FKA dari tujuan FKA BKM didirikan?

Saya hanya mereview atau mengingatkan FKA BKM khususnya di Kecamatan Klojen. Apa yang harus dilakukan?

FKA BKM harus berlapang dada bahwa BKM memang dibiarkan seperti saat ini oleh pemerintah pencetus P2KP embrio dari BKM. “Mati karepmu urip karepmu” (hidup mati terserah), mungkin itu yang ada di kepala para konseptor P2KP.

Kembali kepada sikap FKA BKM yang seharusnya:
1. Bersinergi secara personal dengan pendirian KMP (Koperasi Merah Putih) di masing-masing Kelurahan, sekedar berpatisipatif.
2. Perkuat kelembagaan dengan merubah AD/ART BKM lebih pada provide oriented dengan melihat potensi UMKM atau usaha yang ada.
3. FKA BKM harus menjadi mediator saling mendukung permodalan antar BKM dengan limit bunga hingga 0.5% – 1% agar BKM yang sekarat bisa hidup lagi dengan melakukan reformasi PK BKM.
4. FKA BKM harus menjadi pengawas, konsultan BKM, dan mampu memecahkan problem (problem solving) seluruh BKM di wilayah Kecamatan Klojen khususnya.

BKM harus tetap percaya diri menghadapi tantangan jaman yang sudah berubah, mau tidak mau provide oriented dan meningkatkan profesionalitas BKM untuk menghadapi persaingan business terhadap persaingan ekonomi global saat ini.

Apakah BKM cukup seperti ini, sekedar beraktifitas keluar rumah bermasker sosial atau mau merubah diri menghadapi tantangan global?

Saya melihatnya BKM didirikan sebagai project gagal pemerintah terhadap permasalahan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, mumgkin karena terlalu idealis dan mungkin karena tidak ada intervensi pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah harus tetap mengawal KMP dengan menekankan pada penguatan mentalitas dan moralitas yang berbasis pada sifat “Gotong Royong” masyarakat Indonesia.

 

Posted: sarimahnews.com
Malang, 21 Mei 2025

Penulis adalah aktifis PK BKM dan wartawan