Sah! MK Hapus Presidential Threshold 20% Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Sah! MK Hapus Presidential Threshold 20% Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

 

JAKARTA, SARINAH NEWS, – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan gugatan nomor 62/PUU-XXI/2023 soal persyaratan ambang batas calon peserta Pilpres atau Presidential Threshold.

Hal itu, diketahui bahwa dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa secara faktual setelah 5 kali penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung sejak tahun 2004, sudah cukup bagi Mahkamah Kontitusi untuk menyatakan ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential treshold) sebagai kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.

Terdapat fakta bahwa beberapa pemilu presiden dan wakil presiden terdapat dominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih untuk mendapatkan alternatif yang memadai pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Sebelumnya, permohonan ini diajukan oleh empat orang Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, yakni Enika Maya Oktavia, dkk. Para Pemohon mendalilkan prinsip, “One Man One Vote One Value” tersimpangi oleh adanya sistem presidential threshold.

Hal ini menimbulkan penyimpangan pada prinsip “One Value” karena nilai suara tidak selalu memiliki bobot yang sama.

Idealnya, menurut para Pemohon, nilai suara seharusnya mengikuti periode pemilihan yang bersangkutan.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo dalam putusannya yang dilaksanakan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).

Adapun norma yang diujikan oleh para pemohon adalah Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.

Namun karena gugatan itu dikabulkan,
MK menyatakan pasal 222 bertentangan
dengan UUD 1945.

Selanjutnya ia sampaikan, “Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

“Memerintahkan Pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Diketahui, perkara nomor 62PUU-XXI/1945 dan tıdak mempunyaı kekuatan
hukum mengikat.

Memerintahkan Pemuatan Putusan ini
dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya,” sambungnya.

Diketahui, perkara nomor 62PUU-XXI/ 2023, diajukan oleh Enika Maya Oktavia. Dalam petitumnya, Pemohon menyatakan pasal 222 UU nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, melanggar batas open legal policy dan bertentangan dengan UUD 1945.

Pemohon juga menyatakan Presidential
Threshold pada Pasal 222 bertentangan
dengan moralitas demokrasi.

Dia selanjutnya mengatakan, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden ini, juga bertentangan dengan beberapa pasal. Salah satunya pasal 6A ayat 2 UUD NRI tahun 1945.

Presidential threshold berapa pun besarnya atau angka presentasinya adalah bertentangan dengan Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar NRI tahun 1945,” ucapnya. (sarinah)

 

Reposted: sarinahnews.com
Jakarta, 3 Januari 2025

Sumber: Beritalimacom dan https://youtu.be/_xUY6yOxzg0?si=5vZ8SvYaPPPui_ma